Memahami Esensi Arsitektur Brutalisme: Unsur, Gaya, dan Sejarahnya

Arsitektur Brutalisme – Harap dicatat, sejatinya gedung tersebut tidak ditinggalkan, melainkan sengaja dirancang dengan sentuhan “brutal”. Wah, disengaja agar terlihat “brutal”? Mengapa ya, GenK?

Untuk menentukan apakah struktur itu termasuk dalam kategori bangunan dengan desain arsitektur brutalisme atau tidak, kamu perlu memahami terlebih dahulu konsep dari arsitektur brutalisme.

Apa Itu Arsitektur Brutalisme?

Apa Itu Arsitektur Brutalisme?
Apa Itu Arsitektur Brutalisme?

Arsitektur brutalisme adalah gaya desain arsitektur yang sengaja dihasilkan menggunakan material mentah untuk menonjolkan karakter kokoh secara alami. Bahan mentah tersebut dianggap mampu mengungkapkan karakteristik setiap material dengan kuat, bahkan sering kali dibiarkan mengalami oksidasi.

Gaya arsitektur brutalisme mulai mendapatkan popularitas dan berkembang pada periode 1950-an hingga 1970-an, muncul setelah gerakan arsitektur modern pada awal abad ke-20.

Istilah “brutalisme” sendiri berasal dari bahasa Prancis, Beton Brut, yang artinya beton mentah. Dalam konteks gaya arsitektur ini, beton mentah diperkuat karakternya dengan penggunaan semen kasar untuk menciptakan tekstur.

Arsitektur brutalisme umumnya diidentifikasi dengan penggunaan beton sebagai bahan utama bangunan, bertujuan untuk memperkuat kesan kokoh, berat, sederhana, dan apa adanya. Namun, gaya ini juga memanfaatkan material lain seperti batu bata, baja, kaca, dan batu kasar.

Penggunaan material tebal dan kokoh dapat dipadukan dengan material transparan, seperti kaca, untuk mencapai keseimbangan dalam komposisi bangunan. Kombinasi ini tidak hanya berfungsi sebagai penyeimbang, tetapi juga bertujuan untuk memfasilitasi pencahayaan alami yang masuk ke dalam bangunan.

Penggunaan Warna dalam Brutalisme

Penggunaan Warna dalam Brutalisme

Bagi arsitektur brutalisme, penggunaan warna gelap menjadi ciri khas yang menonjolkan kesan kuat dan maskulin. Pilihan warna ini sangat sesuai untuk membangun karakter arsitektur brutalisme.

Namun, penggunaan warna gelap memerlukan kecerdikan dalam menciptakan sirkulasi cahaya alami dari luar. Penting untuk menangani pencahayaan dengan bijaksana, dan kamu dapat mengakalinya dengan menggunakan lampu tambahan yang terarah pada elemen-elemen tertentu.

Selain pencahayaan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah sirkulasi udara. Jika ingin mempertahankan beton sebagai material utama, roster beton dapat digunakan sebagai ventilasi tanpa mengurangi kesan kokoh dari beton. Selain itu, tinggi plafon dapat digunakan untuk menjaga sirkulasi udara di dalam bangunan agar tetap segar.

Mengingat beton cenderung menyerap panas, solusi yang bisa diambil adalah menambahkan elemen taman kecil di sudut ruangan. Tanaman hijau atau rumput alami dapat membantu mengurangi panas yang diserap oleh beton.

Jika lahan terbatas, pot-pot tanaman hijau dapat menjadi alternatif di sudut ruangan. Pilihan perabotan juga dapat mendukung konsep brutalisme dengan memilih bahan alami seperti kayu ulin dan kayu jati yang memiliki warna gelap. Penggunaan kayu akan tetap mempertahankan kesan alami dari desain brutalisme.

Contoh Bangunan Brutalisme

Contoh Bangunan Brutalisme
Contoh Bangunan Brutalisme

Hingga saat ini, banyak bangunan dengan desain arsitektur brutalisme yang masih berdiri kokoh. Beberapa bahkan sengaja mengadopsi konsep ini dalam pembangunannya. Secara umum, arsitektur brutalisme sering diterapkan pada gedung-gedung institusi seperti perpustakaan, universitas, museum, dan perumahan.

Beberapa contoh bangunan dengan konsep brutalisme antara lain Unite D’Habitation di Prancis, Genex Tower di Serbia, Sesc Pompeia di Brazil, Kyoto International Conference Centre di Jepang, Perth Concert Hall di Australia, Ryerson University Library di Canada, dan masih banyak lagi.

Desain brutalisme tidak hanya terbatas pada konstruksi gedung institusi, melainkan juga dapat diaplikasikan dalam desain rumah pribadi. Salah satu contoh rumah di Indonesia yang menerapkan konsep ini adalah rumah milik Gito Sibarani di Kreo, Tangerang. Gito, sebagai pemilik dan arsitek rumahnya sendiri, sengaja menggunakan material beton untuk menonjolkan kesan simpel, apa adanya, namun tetap kokoh.

Pada acara televisi D’Sign Net TV, Gito menjelaskan penggunaannya yang kombinasi beton dan kaca untuk memberikan kesan ringan pada bangunan. Pagar besi yang dibiarkan teroksidasi juga sengaja dipertahankan untuk menonjolkan karakter kuat dari materialnya.

Gito juga memberikan tips bagi yang ingin menerapkan arsitektur brutalisme pada desain rumah. Pilihan material yang memerlukan pemeliharaan minimal, seperti beton, kayu ulin, kayu jati, dan kaca, dapat digunakan. Penggunaan bidang transparan yang cukup banyak memungkinkan cahaya alami masuk dengan mudah ke dalam rumah, sehingga dapat mengurangi penggunaan listrik. Pengetahuan tentang arah datangnya sinar matahari juga penting untuk menentukan lokasi bidang transparan.

Arsitektur brutalisme dapat dianggap sebagai desain yang tidak lekang oleh waktu. Bahkan, oksidasi pada material menjadi nilai tambah bagi bangunan brutalisme. Semakin sedikit perawatan yang dibutuhkan, semakin baik.